Di dunia saat ini, beberapa pikiran paling cerdas diam-diam mengubah hidup kita menjadi serangkaian permainan. Mereka melakukan ini tidak hanya untuk menghibur kita, tetapi karena mereka menyadari bahwa cara termudah untuk membuat orang melakukan apa yang mereka inginkan adalah dengan membuatnya menjadi menyenangkan. Untuk membebaskan diri dari kendali mereka, kita harus memahami fenomena penyebaran gamifikasi, dan bagaimana hal itu membuat perilaku kita bertentangan dengan kepentingan kita sendiri.
Asal usul gamifikasi dapat ditelusuri kembali ke tahun 1930-an di Universitas Harvard, di mana psikolog B.F. Skinner melakukan eksperimen pada merpati. Ia menemukan bahwa melalui hadiah instan, hadiah acak, dan penguatan bersyarat, perilaku hewan dapat dibentuk secara efektif. Prinsip-prinsip ini kemudian digunakan oleh perusahaan untuk memengaruhi perilaku konsumen, dari program loyalitas hingga "Happy Meal" McDonald's, berbelanja menjadi sebuah permainan, mendorong orang untuk membeli lebih banyak.
Dengan kemajuan teknologi, gamifikasi diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan. Platform media sosial memanfaatkan umpan balik instan, penguatan kondisi, dan hadiah yang tidak dapat diprediksi untuk mengubah interaksi sosial menjadi permainan status yang adiktif. Perusahaan menggunakan papan peringkat dan sistem poin untuk memotivasi karyawan. Aplikasi kencan mengadopsi mekanisme permainan untuk menarik pengguna. Bahkan pemerintah juga mencoba memanfaatkan sistem kredit sosial untuk memengaruhi perilaku warga.
Gamifikasi awalnya dianggap sebagai kekuatan yang baik, dapat memotivasi orang untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat, seperti belajar, menjaga lingkungan, atau amal. Namun, ia dengan cepat disalahgunakan untuk tujuan komersial, terutama untuk membuat orang kecanduan pada aplikasi, bukan benar-benar memperbaiki kehidupan.
Bahaya dari gamifikasi adalah bahwa ia dapat mengalihkan perhatian kita dari hal-hal yang benar-benar penting. Kita mudah tertarik pada poin dan peringkat, karena mereka mudah untuk dilacak dan dikumpulkan. Tetapi tujuan buatan ini sering kali tidak sejalan dengan kebutuhan nyata kita, dan tidak mampu memberikan kepuasan yang bertahan lama. Sebaliknya, mereka mungkin membuat kita sibuk mengejar perasaan pencapaian yang palsu, dan mengabaikan aspek-aspek yang benar-benar berarti dalam hidup.
Yang lebih mengkhawatirkan adalah bahwa gamifikasi dapat membentuk sistem yang menyebar sendiri, mendorong orang untuk mengejar keuntungan jangka pendek dan mengabaikan konsekuensi jangka panjang. Seperti kerajaan yang saling bersaing di hutan yang pada akhirnya menyebabkan bencana ekologi, banyak sistem gamifikasi dalam masyarakat kita mungkin memiliki dampak negatif jangka panjang.
Namun, gamifikasi tidak sepenuhnya negatif. Jika digunakan dengan baik, ia dapat memotivasi kita untuk melampaui diri kita sendiri, mengembangkan kebiasaan dan keterampilan yang bermanfaat. Kuncinya adalah memilih "permainan" yang kita ikuti dengan bijak. Kita harus memilih permainan yang memiliki nilai jangka panjang, bukan hanya mengejar rangsangan jangka pendek. Kita harus memilih permainan yang sulit untuk mengasah diri kita, bukan permainan yang sederhana. Kita harus memilih permainan yang bersifat positif, sehingga semua peserta mendapatkan manfaat, bukan permainan yang bersifat nol-sum. Kita harus memilih permainan yang benar-benar kita sukai, bukan hanya bermain untuk imbalan. Yang terpenting, kita harus fokus pada imbalan yang tidak dapat diukur, seperti kebebasan, makna, dan cinta, bukan hanya mengejar skor yang dapat dihitung.
Dalam dunia yang semakin gamified, kita masih memiliki kemampuan untuk menciptakan aturan permainan kita sendiri. Kita tidak perlu menjadi boneka lingkungan, tetapi dapat secara aktif memilih permainan yang benar-benar membantu kita tumbuh dan mencapai tujuan. Dengan memilih permainan yang kita ikuti dengan bijak, kita dapat memanfaatkan kekuatan gamifikasi untuk memperbaiki kehidupan, alih-alih dikendalikan olehnya.
Lihat Asli
Halaman ini mungkin berisi konten pihak ketiga, yang disediakan untuk tujuan informasi saja (bukan pernyataan/jaminan) dan tidak boleh dianggap sebagai dukungan terhadap pandangannya oleh Gate, atau sebagai nasihat keuangan atau profesional. Lihat Penafian untuk detailnya.
11 Suka
Hadiah
11
5
Bagikan
Komentar
0/400
BearHugger
· 4jam yang lalu
Lelucon sudah berlebihan, semua sudah diatur dengan jelas.
Lihat AsliBalas0
MultiSigFailMaster
· 4jam yang lalu
Laboratorium Merpati McDonald's
Lihat AsliBalas0
ShadowStaker
· 4jam yang lalu
hanya kotak skinner lain yang dibungkus dalam pemasaran web3... seperti pertanian hasil lagi smh
Lihat AsliBalas0
blockBoy
· 4jam yang lalu
Pemain pejuang masih dalam keadaan mengigau.
Lihat AsliBalas0
ColdWalletGuardian
· 4jam yang lalu
Sudah terbiasa bermain game, bahkan hidup pun menjadi jebakan.
Pedang bermata dua dunia gamifikasi: bagaimana memilih "permainan" yang bijak untuk meningkatkan kehidupan
Bahaya dan Peluang Dunia Gamifikasi
Di dunia saat ini, beberapa pikiran paling cerdas diam-diam mengubah hidup kita menjadi serangkaian permainan. Mereka melakukan ini tidak hanya untuk menghibur kita, tetapi karena mereka menyadari bahwa cara termudah untuk membuat orang melakukan apa yang mereka inginkan adalah dengan membuatnya menjadi menyenangkan. Untuk membebaskan diri dari kendali mereka, kita harus memahami fenomena penyebaran gamifikasi, dan bagaimana hal itu membuat perilaku kita bertentangan dengan kepentingan kita sendiri.
Asal usul gamifikasi dapat ditelusuri kembali ke tahun 1930-an di Universitas Harvard, di mana psikolog B.F. Skinner melakukan eksperimen pada merpati. Ia menemukan bahwa melalui hadiah instan, hadiah acak, dan penguatan bersyarat, perilaku hewan dapat dibentuk secara efektif. Prinsip-prinsip ini kemudian digunakan oleh perusahaan untuk memengaruhi perilaku konsumen, dari program loyalitas hingga "Happy Meal" McDonald's, berbelanja menjadi sebuah permainan, mendorong orang untuk membeli lebih banyak.
Dengan kemajuan teknologi, gamifikasi diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan. Platform media sosial memanfaatkan umpan balik instan, penguatan kondisi, dan hadiah yang tidak dapat diprediksi untuk mengubah interaksi sosial menjadi permainan status yang adiktif. Perusahaan menggunakan papan peringkat dan sistem poin untuk memotivasi karyawan. Aplikasi kencan mengadopsi mekanisme permainan untuk menarik pengguna. Bahkan pemerintah juga mencoba memanfaatkan sistem kredit sosial untuk memengaruhi perilaku warga.
Gamifikasi awalnya dianggap sebagai kekuatan yang baik, dapat memotivasi orang untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat, seperti belajar, menjaga lingkungan, atau amal. Namun, ia dengan cepat disalahgunakan untuk tujuan komersial, terutama untuk membuat orang kecanduan pada aplikasi, bukan benar-benar memperbaiki kehidupan.
Bahaya dari gamifikasi adalah bahwa ia dapat mengalihkan perhatian kita dari hal-hal yang benar-benar penting. Kita mudah tertarik pada poin dan peringkat, karena mereka mudah untuk dilacak dan dikumpulkan. Tetapi tujuan buatan ini sering kali tidak sejalan dengan kebutuhan nyata kita, dan tidak mampu memberikan kepuasan yang bertahan lama. Sebaliknya, mereka mungkin membuat kita sibuk mengejar perasaan pencapaian yang palsu, dan mengabaikan aspek-aspek yang benar-benar berarti dalam hidup.
Yang lebih mengkhawatirkan adalah bahwa gamifikasi dapat membentuk sistem yang menyebar sendiri, mendorong orang untuk mengejar keuntungan jangka pendek dan mengabaikan konsekuensi jangka panjang. Seperti kerajaan yang saling bersaing di hutan yang pada akhirnya menyebabkan bencana ekologi, banyak sistem gamifikasi dalam masyarakat kita mungkin memiliki dampak negatif jangka panjang.
Namun, gamifikasi tidak sepenuhnya negatif. Jika digunakan dengan baik, ia dapat memotivasi kita untuk melampaui diri kita sendiri, mengembangkan kebiasaan dan keterampilan yang bermanfaat. Kuncinya adalah memilih "permainan" yang kita ikuti dengan bijak. Kita harus memilih permainan yang memiliki nilai jangka panjang, bukan hanya mengejar rangsangan jangka pendek. Kita harus memilih permainan yang sulit untuk mengasah diri kita, bukan permainan yang sederhana. Kita harus memilih permainan yang bersifat positif, sehingga semua peserta mendapatkan manfaat, bukan permainan yang bersifat nol-sum. Kita harus memilih permainan yang benar-benar kita sukai, bukan hanya bermain untuk imbalan. Yang terpenting, kita harus fokus pada imbalan yang tidak dapat diukur, seperti kebebasan, makna, dan cinta, bukan hanya mengejar skor yang dapat dihitung.
Dalam dunia yang semakin gamified, kita masih memiliki kemampuan untuk menciptakan aturan permainan kita sendiri. Kita tidak perlu menjadi boneka lingkungan, tetapi dapat secara aktif memilih permainan yang benar-benar membantu kita tumbuh dan mencapai tujuan. Dengan memilih permainan yang kita ikuti dengan bijak, kita dapat memanfaatkan kekuatan gamifikasi untuk memperbaiki kehidupan, alih-alih dikendalikan olehnya.